“MENIKAH BEDA AGAMA, BUKAN PUNCAK DARI TOLERANSI” (PERSPEKTIF DARI HUKUM POSITIF INDONESIA DAN SYARIAT ISLAM)


 

Baru-baru ini kita diramaikan dengan peristiwa yang cukup mengkhawatirkan, yaitu Nikah Beda Agama.

Persoalan Pernikahan beda agama merupakan suatu polemik yang sering dibicarakan. Masalahnya, dengan pernikahan beda agama akan terjadi suatu perbedaan prinsipil dalam pernikahan itu sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah yang rumit untuk diselesaikan di kemudian hari, di satu sisi masih menjadi perdebatan pula dasar hukum untuk menyatakan keabsahan dan ketidak absahan pernikahan tersebut.

Oleh karena itu menjadi menarik, persoalan nikah antar pemeluk agama untuk dibincangkan baik ditinjau dari Islam ataupun hukum positif yang berlaku di Indonesia. Perkawinan diatur dalam UU 1974 yang berbunyi Pasal 1

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Penjelasan: Pada pengertian berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa yang mana telah melibatkan tuhan di dalamnya dan segala hal yang berkaitan perkawinan akan berkaitan dengan aturan agama. Dikarenakan hukum positif di Indonesia harus seiring dengan kaitannya agama yang dianutnya dan tidak boleh bertentangan.

Perkawinan diatur dalam UU 1974 yang berbunyi Pasal 1

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Penjelasan: Pada pengertian berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa yang mana telah melibatkan tuhan di dalamnya dan segala hal yang berkaitan perkawinan akan berkaitan dengan aturan agama. Dikarenakan hukum positif di Indonesia harus seiring dengan kaitannya agama yang dianutnya dan tidak boleh bertentangan. 

1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menuruthukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.

2. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

Penjelasan: Yang menjadi patokan adalah hukum agama itu sendiri dan tidak ada upaya untuk melegalkan pernikahan beda agama. Ketika sebuah pernikahan dilakukan berdsarkan undang-undang dan secara agama maka sudah dapat dinyatakan sah secara negara dan agama.

 

Di Indonesia terdapat dua lembaga yang bertugas mencatat pernikahan, yakni:

1.   Kantor Catatan Sipil (untuk non muslim)

2.   Kantor Urusan Agama (KUA)(untuk yang muslim)

Tujuan adanya pencatatan ini untuk memperoleh adanya hak suami dan istri,hak perdata dan hak-hak lainnya selama pernikahan. Banyaknya pernikahan berbeda agama yang dicatatkan tersebut dikarenakan banyak orang yang mengedepankan sebuah pencatatan daripada sah nya sebuah pernikahan. Selanjutnya, terdapat larangan perkawinan yang disebutkan pada Pasal 8 UUP, yaitu Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

vberhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;

vberhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan sauda antara seorang dengan saudara neneknya;

vberhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;

vberhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;

vberhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

vyang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.


Selanjutnya, terdapat larangan perkawinan yang disebutkan pada Pasal 8 UUP, yaitu Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas;

berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan seorang saudara orang tua dan sauda antara seorang dengan saudara neneknya;

berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri;

berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;

berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Perkawinan campuran

Pasal 57

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang- undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarga- negaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Penjelasan: pasal tersebut sudah jelas bahwa yang berbeda di sini adalah kewarganegaraan bukan agama atau kepercayaan mereka.

 

PERKAWINAN CAMPURAN BERBEDA DENGAN PERKAWINAN BEDA AGAMA

a.    Perkawinan Campuran berbeda makna dengan Perkawinan/Pernikahan Beda Agama.

b.   Banyak yang coba ingin menyamarkan makna dalam rangka melakukan penyelundupan hukum, mencari celah agar dapat dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.

c.    Peraturan-peraturan yang sudah ada diatas, sangat sering dilanggar dengan alasan saling mencintai, Hak Asasi Manusia.

KESIMPULANNYA :

1.   Nikah beda agama, pada dasarnya tidak dikehendaki oleh agama-agama yang ada.

2.   Tetapi dalam praktik, tidak semua umat tersebut memiliki tingkat "kesholehan untuk tunduk pada perintah Tuhannya", sehingga menganggap keinginannya adalah kehendak bebasnya.

3.   Akibatnya terjadilah penyelundupan hukum dibidang hukum Perkawinan, terkait dengan adanya larangan pernikahan beda agama ini.

4.   Segala pilihan akan kembali pada pribadi perorangannya.

5.   Tetapi seharusnya pemegang kebijakan, memiliki kekuatan untuk menegakkan ketentuan perundangan yang ada. Jika sudah dinyatakan dilarang, maka jangan difasilitasi. Tetapi faktanya, ini kembali pada kesholehan Pemegang kebijakan.

6.   Tugas ulama, untuk menguatkan umatnya untuk memahamkan dampak pernikahan beda agama ini baik secara pribadi maupun sosial kemasyarakatan.

Wallahu alam.

Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 221 yang artinya : “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin- Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.”

Seseorang yang baru masuk dalam islam (mualaf) seharusnya tidak boleh langsung menikah melainkan beriman dulu kurang lebih 1 tahun. Dalam Al-Quran sudah jelas bahwa seorang wanita tidak boleh menikah dengan laki laki yang berbeda agama sampai ia beriman dan beragama islam. Lalu kenapa pernikahan itu ada? Dalam islam mengatakan, ada 10 manfaat agama islam di dunia yang salah satunya adalah menjaga kesucian keturunan manusia. Jadi nikah itu tujuannya menjaga kesucian keturunan manusia.

Selanjutnya pernikahan beda agama tidak bisa karena batal syaratnya. Salah satu syaratnya adalah adanya pengantin (pengantin ini harus islam, walinya harus islam, saksinya harus islam).

Pernikahan beda agama dalam Islam batal atau tidak sah. Jika sebuah pernikahan yang sudah berjalan lama ataupun baru lalu ia pindah terhadap agama lain dan berbeda agama dengan pasangannya maka pernikahan tersebut batal dan sudah tidak ada lagi hubungan pernikahan tersebut dalam hukum agama (jatuhnya akan zina). Jadi itu kembali lagi ke diri kita. Kenapa orang bisa nikah beda agama? Karena tujuan hidupnya, keimanannya kurang.

alam hukum islam itu jelas, alasan nikah harus 1 agama karena :

a.    Nikah itu menghadirkan ketentraman

b.   Nikah dalam islam itu pandangannya sebagai ibadah

Jadi kesimpulannya kalo berdasarkan islam, menikah beda agama itu batal dan termasuk   zina.

Tanya-Jawab 

1.   Bagaimana hukumnya bila saat menikah mereka satu agama, namun di kemudian hari salah satu dari mereka keluar dari agama Islam. Apakah dalam hukum Islam mereka dianggap cerai ataukah pernikahan mereka masih sah?

Jawab: jika salah seorang dari suami dan istri tersebut maka pernikahan mereka batal dan sudah dianggap bercerai secara agama dan tidak hanya itu sholat, puasa dan ibadah umat islam yang dilakukannya sudah batal dan ketika dia ingin kembali ke agama islam maka dia harus mengqadha ibadah yang ia tinggalkan selama ia murtad dari islam.

 

2.   tadi pak ustad bilang bahwa kita boleh menikahkan seseorang yang beda agama asalkan orang tersebut harus 1 tahun dahulu masuk Islam agar pasangan kita memiliki iman,saya ingin bertanya pak ustad apabila kita menuntun pasangan kita selama 1 tahun ke arah ajaran agama islam sedangkan pasangan belum menganut agama islam lalu setelah menikah pasangan kita pindah ke agama Islam,apakah di dalam agama Islam pernikahan tersebut akan dikatakan sah?

Jawab: namanya iman tidak dapat dibangunn dalam satu hari atau hitungan hari maka lihatlah dulu sholatnya, mengaji nya dan ibadah lainnya dalam kurun waktu kurang lebih 1 tahun dan terlebih seorang laki-laki karena wanita ini memiliki kelemahan dalam iman dan hakikat wanita menyesuaikan agama laki laki dan seorang laki laki berperan sebagai imam dalam rumah tangga. Maka minimal dia sholatnya baik dan sudah bisa membaca Al-Quran lancar dan sudah fasih dalam mandi wajib.

3. Dalam penyelundupan hukum untuk perkawinan berbeda agama apakah yang melakukan akan mendapatkan sanksi atau hukuman? Lalu, kenapa perkawinan beda agama yang dilakukan oleh seorang muslim/muslimah dengan orang non muslim lebih mudah dicatat oleh kantor catatan sipil daripada KUA?

Jawab: Penyelundupan hukum terkait beda agama ini belum ada pidana atau denda yang ditetapkan maka sangat sulit untuk mencegahnya seperti yang kita ketahui bahwa kantor catatan sipil ini hanya bertugas mencatat dan bukan menetapkan sebuah hal sah atau tidak pernikahan pasangan tersebut. Melakukan pernikahan beda agama itu tergantung tingkat ke-sholehan seseorang masing-masing terhadap aturan agamanya sendiri.

 

4. Apakah diperbolehkan jika seseorang non-muslim mengucapkan selamat Idul Fitri kepada saudara muslin ketika hari raya tersebut tiba? Bagaimana pandangan secara agama dan secara hukum?

Jawab: jika seorang muslim mengucapkan hari natal maka kita mempercayai adanya kelahiran yesus kristus maka dari itu kita tidak diperbolehkan untuk mengucapkan hari raya non muslim itu sendiri. Toleransi itu menghargai terhadap perayaan mereka tetapi bukan dengan meyakini apa yang mereka yakini. Sebuah tali silahturahmi itu bisa disambung dengan siapa saja namun kita tidak dapat meyakini dan mengikuti ibadah mereka yang non-muslim..

5. Dalam penyelundupan hukum untuk perkawinan berbeda agama apakah yang melakukan akan mendapatkan sanksi atau hukuman? Lalu, kenapa perkawinan beda agama yang dilakukan oleh seorang muslim/muslimah dengan orang non muslim lebih mudah dicatat oleh kantor catatan sipil daripada KUA?

Jawab: Penyelundupan hukum terkait beda agama ini belum ada pidana atau denda yang ditetapkan maka sangat sulit untuk mencegahnya seperti yang kita ketahui bahwa kantor catatan sipil ini hanya bertugas mencatat dan bukan menetapkan sebuah hal sah atau tidak pernikahan pasangan tersebut. Melakukan pernikahan beda agama itu tergantung tingkat ke-sholehan seseorang masing-masing terhadap aturan agamanya sendiri.

 6. Apakah diperbolehkan jika seseorang non-muslim mengucapkan selamat Idul Fitri kepada saudara muslin ketika hari raya tersebut tiba? Bagaimana pandangan secara agama dan secara hukum?

Jawab: jika seorang muslim mengucapkan hari natal maka kita mempercayai adanya kelahiran yesus kristus maka dari itu kita tidak diperbolehkan untuk mengucapkan hari raya non muslim itu sendiri. Toleransi itu menghargai terhadap perayaan mereka tetapi bukan dengan meyakini apa yang mereka yakini. Sebuah tali silahturahmi itu bisa disambung dengan siapa saja namun kita tidak dapat meyakini dan mengikuti ibadah mereka yang non-muslim..

7. Izin bertanya, misal laki-laki non muslim pindah agama tapi keluarganya tidak, bagaimana hukumnya jika pas perayaan hari raya, apakah si laki-laki itu masih ikut ke gereja?

Jawab: mengunjungi mereka bukan sebuah pelanggaran terhadap agama yang menjadi kesalahan adalah mengikuti ibadah mereka dan jika hanya sekedar menghadiri dan bersalaman (perempuan antara perempuan dan antara laki- laki dan lakik-laki) bukan sebuah kesalahan.

Sumber : Resume Kajian Departemen KIIK

Penyunting : Ajeng Nur Annisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Menjaga Sikap Istiqomah"

"Hijrah Kekinian Diera Milenial"

"Silaturrahim Akbar FOSSI FH Unila"